Kebijakan ekonomi makro secara garis
besar dapat dibedakan menjadi kebijakan
fiscal dan kebijakan moneter,seperti
juga ekonomi dapat dibagi menjadi dua sektor,yakni sektor riil dan sektor
moneter.
v Sektor riil
Dimana menghasilkan barang dan jasa (sisi produktif dari
ekonomi ). Sektor ini dapat lagi dibagi
menurut kelompok kegiatan atau sub sektor seperti
pertanian,peertambangan,industry dan lain-lain. Pertumbuhan dan stabilitas
sektor ini dipengaruhi oleh pemerintah lewat kebijakan fiscal dan di Indonesia
kebijakan ini merupakan tanggungjawab Menteri Keuangan.
v Sektor Moneter
Dimana merupakan hasil dari sektor rill dalam bentuk uang
(sisi moneter dari ekonomi ). Pertumbuhan dan stabilitas sektor ini dipengaruhi
oleh pemerintah lewat ekbijakan moneter yang sepenuhnya adalah tanggungjawab
Bank Indonesia.
Di
Indonesia,kebijakan fiscal mempunyai dua prioritas yaitu : prioritas pertama
adalah mengatasi APBN dan masalah-masalah APBN lainnya. Deficit APBN terjadi
apabila penerimaan pemerintah lebih kecil daripada pengeluarannya. Prioritas
kedua adalah mengatasi masalah stabilitas ekonomi makro,yang terkait dengan
antara lain laju pertumbuhan ekonomi,tingkat atau laju pertumbuhan
inflasi,jumlah kesempatan kerja/pengangguran dan saldo neraca pembayaran.
Salah satu
jalur pemerintah untuk mempengaruhi atau memainkan peran ekonominya adalah
lewat kebijakan fiscal. Hal ini dilakukan dengan menaikkan atau mengurangi
pengeluaran,didalam model ekonomi makro Keynesian,ditandai dengan variable
G,atau menaikkan atau menurunkan tarif pajak yang ditandai dengan variable T
dan ini semua mencerminkan oleh besar kecilnya nilai APBN. Oleh karena itu,
dalam menyusun APBN saat ini untuk tahun depan,yang berarti untuk mempengaruhi
perekonomian nasional tahun depan,pemerintah harus terlebih dahulu membuat
perkiraan-perkiraan mengenai kondisi perekonomian Indonesia dan global tahun
depan. Misalnya,perekonomian global tahun depan diprediksi akan mengalami
resesi maka yang mungkin berdampak negative terhadap perekonomian Indonesia,karena
Indonesia adalah sebuah Negara dengan system ekonomi terbuka,maka dalam upaya
mengurangi atau menghilangkan dampak tersebut,pemerintah menaikkan anggaran
pengeluarannya (G ↑). Dengan kata lain,dalam mengantisipsi ekonomi Indonesia
yang akan lesu ditahun depan,jumlah G di dalam APBN untuk tahun depan akan
lebih besar daripada jumlah G jika tahun depan ekonomi Indonesia cenderung
lebih baik dibandingkan tahun ini.
Sekarang
yang menjadi pertanyaan,bagaimana kebijakan fiscal dapat mempengaruhi ekonomi?
Efek dari kebijakan fiscal terhadap ekonomi terdiri dari efek jangka pendek dan
efek jangka panjang. Efek jangka pendek adalah efek awal atau langsung dari
kebijakan itu sendiri,sedangkan efek jangka panjang adalah efek awal ditambah efek-efek
selanjutnya yang disebut efek
pengali(multiplier)dari kebijakan tersebut. Misalnya, pemerintah mengurangi
subsidi BBM,yang merupakan salah satu komponen dari pengeluaran rutin APBN.
Maka efek awalnya adalah :G↓→Y↓. Sedangkan efek jangka panjangnya adalah : G↓→Y↓
dan variabel-variabel lainnya
konstan,→Yd ↓|∆T=0→C↓→Y↓(perubahan Y tahap kedua)→…..dan seterusnya melalui
jalur yang sama beberapa kali(Y,Yd,dan C mengalami penurunan beberapa
kali)hingga akhirnya efek dari pengurangan G menjadi nol(Y,Yd,dan C tidak lagi
menurun). Berarti dalam efek jangka panjang,Y mengalami perubahan beberapa kali
walaupun G hanya sekali berubah:∆Y(1),∆Y(2),…..∆Y(n). Perubahan total dari Y
bisa dihitung lewat efek penggandaan pendapatan
dari perubahan G,atau
∆Y={1/[1-c(1-t)]}x∆G
Jika ekonomi
sedang lemah,yang dicerminkan oleh laju pertumbuahan PDB yang menurun atau
negative,maka pemerintah berkewajiban sesuai fungsinya memberi insentif atau
dorongan agar pertumbuhan kembali positif atau meningkat. Untuk tujuan
tersebut,pemerintah lewat kebijakan fiscal mempunyai dua opsi: menaikan
pengeluaran (∆G>0) dan mengurangi tarif pajak pendampatan(∆t<0) jika
system pajak pendampatan yang berlaku adalah persamaan T=tY. Ini yang dimaksud
dengan kebijakan fiscal ekspansif.
Sebaliknya,kebijakan fiscal kontraktif
adalah mengurangi pengeluaran ((∆G<0)) atau meningkatkan pendapatan pajak
lewat menaikan tarif pajak ((∆t<0)).
Kebijaka
fiscal ekspansif juga bisa mengakibatkan kenaikan suku bunga yang disebabkan oleh peningkatan permintaan
kredit yang didorong oleh kenaikan pendampatan. Jika kenaikan suku bunga
terlalu tinggi,akan berdampak negative terhadap pertumbuhan investasi di dalam
negeri. Apabila nilai pendampatan atau penurunan laju pertumbuhan PDB akibat
penurunan investasi sama besarnya dengan nilai pendapatan yang meningkat karena
peningkatan pengeluaran pemerintah,maka efek dari kebijakan fiscal tersebut
menjadi nol; atau seperti yang disebut dibuku-buku teks makro,kebijakan fiscal
tersebut telah menimbulkan efek ‘pendesakan keluar’.
Sumber :
Tambunan ,Tulus T.H.(2009a),Perekonomian
Indonesia,Jakarta:Ghalia Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar