Senin, 08 April 2013

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara(APBN)



1.      Fungsi
Di Negara manapun juga,baik yang beraliran social maupun berbasis kapasitas atau gabungan dari dua system ekonomi tersebut,pemerintah mempunyai suatu peran sangat penting di dalam kegiatan ekonomi nasional.
Tugas pemerintah ini direleasasikan lewat berbagai macam kebijakan ,peraturan dan perundang-undangan dengan tujuan untuk mendorong atau menggairahkan ekonomi pada saat ekonomi sedang lesu dan mengerem laju ekonomi  pada saat ekonomi sedang memanas (pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun tinggi yang lebih didorong oleh konsumsi yang mengancam meroketnya laju inflasi),terutama untuk mencegah inflasi yang tinggi. Dengan kata lain,tugas pemerintah adalah untuk menjaga stabilitas ekonomi dan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi pada tingkat tertentu yang menciptakan kesempatan kerja penuh,yang berarti mengurangi/menghilangkan pengganguran atau kemiskinan.
Dalam sejarah Indonesia sejak Orde Baru hingga sekarang,sering kali pemerintah berperan sebagai motor utama,jika tidak bisa dikatakan sebagai satu-satunya penggerak perekonomian nasional. Mungkin bukti yang paling nyata yang menunjukan besarnya peran pemerintah didalam perekomian Indonesia selama ini adalah keberadaan Anggaran Pendapatan dan Belanjan Negara (APBN). Jika setiap perusahaan selalu (merupakan suatu keharusan ) menyusun anggaran pengeluaran dan pendapatan /pemasukannya setiap tahun agar perusahaan bisa berkinerja dengan baik sesuai rencana tahunan ,demikian juga pemerintah,dan hal ini dapat dilihat di dalalm APBN,yang dibuat setiap tahun agar perekonomian nasional bisa terus bergerak dangan laju pertumbuhan bukan hanya berkelanjutan tetapi juga dengan laju akselarasi yang meningkatkan di satu sisi,dan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional disisi lain.
Pada era Orde Baru,APBN menerapkan system anggaran berimbang dan menerapkan prinsip T-Account dimana artinya,deficit APBN selama periode tersebut ditutup oleh pinjaman yang diperhitungkan sebagai penerimaan Negara. Untuk beberapa  tahun setelah berakhir era Orde Baru,system ini masih diberlakukan. Setelah tahun 2000,APBN mengganut prinsip anggaran deficit. Perubahan system tersebut disebabkan karena selama era Orde Baru dengan memperhitungkan utang sebagai pemasukan Negara membuat tidak ada upaya mengurangi ketergantungan pemerintah terhadap utang sebagai sumber pembiayaan deficit APBN.
Perubahan maupun pemakaian APBN dalam upaya mencapai pertumbuhan ekonomi,penciptaanlebih banyak kesempatan kerja,stabilitas harga, dan stabilitas dalam posisi eksternal(yang tercerminkan dalam besar kecilnya deficit neraca  pembayaran) dicerminkan oleh sifat dari kebijakan fiscal. Jika pemerintah menambah deficit APBN ,yakni menambah pengeluaran atau mengurangi pendapatan lewat misalnya mengurangi tarif pajak, maka dikatakan pemerintah melakukan kebijakan fiscal ekspansif karena,paling tidak secara teori atau harapan pemerintah bahwa laju pertumbuhan ekonomi akan meningkat. Sebaliknya, disebut  kebijakan fiscal kontraktif jika pemerintah mengurangi deficit APBN,yakni pengeluaran atau menaikkan tarif pajak,karena laju pertumbuhan ekonomi akan merosot,cateris paribus.

2.Komponen-komponen APBN
APBN mempunyai dua komponen besar,yakni anggaran pengeluaran pemerintah pusat dan anggaran pendapatan Negara. Selanjutnya, kedua komponen tersebut,masing-masing mempunyai banyak sub-komponen. Anggaran pendapatan Negara terdiri dari berbagai macam pajak,retribusi,royaliti,bagian laba BUMN,dan berbagai pendapatan non-pajak lainnya. Namun demikian, yang paling dominan dan sekaligus paling krusial sebagai instrument fiscal dari sisi penerimaan adalah pajak.
Sedangkan anggaran pengeluaran pemerintah pusat terdiri dari dua sub-komponen besar yakni,pengeluaran pemerintah pusat dan pengeluaran pemerintah daerah,yaitu daerah dan desentralisasi fiscal,yang dapat dibagi menjadi dua komponen,yakni dana perimbangan dan dana penyesuaian dan otonomi khusus. Sedangkan anggaran pengeluaraan pemerintah pusat meliputi gaji pegawai negeri,pengeluaran material,investasi,ppembayaran bungan pinjaman,subsidi,dan lainnya.
Sesuai pertumbuhan jumlah penduduk dan perkembangan kegiatan ekonomi serta semakin kompleksnya permasalahan ekonomi dan social yang muncul ditengah masyarakat,jumlah anggaran Negara terus bertambah setiap tahunnya. Pada era Orde Lama,periode saat perkonomian Indonesia sangat buruk,jumlah anggaran sangat minim karena pemasukan pemerintah sangat kecil dan hal terakhir ini disebabkan oleh kegiatan ekonomi nasional yang nyaris tidak bergerak jika dibandingkan sekarang.
Beberapa contoh jumlah belanja Negara yaitu:
·         Belanja pegawai
Terdiri dari tiga komponen utama yaitu : gaji dan tunjangan ,honorarium dan vakasi ,serta konstribusi social. Gaji dan tunjangan bagi pegawai negeri yang jumlahnya jutaan orang di seluruh Indonesia merupakan sub-komponen terbesar dari belanja pegawai.
·         Belanja barang
Belanja barang biasanya dipergunakan keperluan kementerian-kementerian dan lembaga-lembaga pemerintah. Belanja barang terdiri dari empat komponen yakni:  barang dan jasa, pemeliharaan ,perjalanan, BLU dan PNBP.
·         Belanja modal
Belanja modal biasanya dipergunakan untuk kebutuhan departemen-departemen dan lembaga-lembaga  non-departemen pemerintah dan juga untuk berbagai kegiatan investasi public seperti infrakstur






Inilah contoh rincian pendapatan Negara pada tahun 2005-2010(Rp miliar)

2005
2006
2007
2008
2009
2010
LKPP
LKPP
LKPP
LKPP
APBN
RAPBN-P
RAPBN
1.Penerimaan perjakan
347.031.1
409.203.0
490.988.6
658.700.8
725.843.0
652.121.8
729.165.2
   a.Pajak dalam negeri
331.792.0
395.971.5
470.051.8
622.358.7
697.347.0
632.098.7
702.033.9
     i.Pajak penghasilan
175.541.2
208.833.1
238.430.9
327.497.7
357.400.5
340.376.2
340.321.7
           1.PPh Migas
35.143.2
43.187.9
44.000.5
77.018.9
56.723.5
49.500.4
39.882.7
           2.PPh Nonmigas
140.398.0
165.645.2
194.430.4
250.478.8
300.677.0
290.875.8
300.439.0
     ii.Pajak Pertambahan Nilai
101.295.8
123.035.9
154.526.8
209.647.4
249.508.7
203.084.0
267.028.0
     iii.Pajak Bumi dan Bangunan
16.216.7
20.858.5
23.723.5
25.354.3
28.906.3
23.863.6
26.486.6
     iv.BPHTB
3.431.9
3.184.5
5.953.4
5.573.1
7.753.6
6.980.0
7.354.8
     v.Cukai
33.256.2
37.772.1
44.679.5
51.251.8
49.494.7
54.545.0
57.026.5
     vi.Pajak lainnya
2.050.2
2.287.4
2.737.7
3.034.4
4.273.2
3.250.0
3.816.3
  b.Pajak Perdagangan Internasional
15.239.1
13.231.5
20.936.8
36.342.1
28.496.0
20.023.1
27.131.4
     i.Bea Masuk
14.920.9
12.140.4
16.699.4
22.763.8
19.160.4
18.623.5
19.497.7
    ii.Bea Keluar
318.2
1.091.1
4.237.4
13.578.3
9.335.6
1.399.6
7.633.6
2.Penerimaan Negara Bukan Pajak
146.888.5
226.950.2
215.119.7
320.604.6
258.943.6
219.518.3
180.889.0
   a.Penerimaan SDA
110.467.4
167.473.9
132.892.6
224.463.0
173.496.5
139.996.6
111.453.9
      i.Migas
103.762.1
158.086.1
124.783.7
211.617.0
162.123.1
129.088.1
101.259.3
          1.Minyak Bumi
72.822.3
125.145.4
93.604.5
169.022.2
123.029.7
92.432.4
75.645.8
          2.Gas Alam
30.939.8
32.940.7
31.179.2
42.594.7
39.093.3
36.655.7
25.613.5
     ii.Non Migas
6.705.3
9.387.8
8.108.9
12.846.0
11.373.5
10.908.5
10.194.6
          1.Pertambahan Umum
3.190.5
6.781.4
5.877.9
9.511.3
8.723.5
8.723.5
7.115.6
          2.Kehutanan
3.249.4
2.409.5
2.114.8
2.315.5
2.500.0
1.715.0
2.732.6
          3.Perikanan
265.4
196.9
116.3
77.8
150.0
150.0
102.0
          4.Pertambangan Panas Bumi
-
-
-
941.4
-
320.0
244.4
    b.Bagian Laba BUMN
12.835.2
21.450.6
23.222.5
29.088.4
30.794.0
29.214.7
23.005.1
    c.PNBP Lainnya
23.585.9
38.025.7
56.873.4
63.319.0
49.120.8
44.416.1
36.719.1
      a.1.Surplus Bank Indonesia
0.0
1.522.5
13.669.3
-
-
2.646.4
-
    d.Pendapatan BLU
-
-
2.131.2
3.734.3
5.442.2
5.890.9
9.710.9
TOTAL
493.919.6
636.153.2
706.108.3
979.305.4
984.786.5
871.640.1
910.054.3

Rincian pendapatan Negara diatas menunjukan beberapa hal yang menarik untuk diperhatikan. Pertama,diantara jenis-jenis pajak yang ada,pajak penghasilan (PPh) dari sector migas dan sektor-sektor  non-migas adalah yang terbesar yang didominasi oleh PPh dari sektor-sektor non-migas. Pada tahun 2005 realisasi nilainya mencapai Rp. 175,5 triliun dan mengalami peningkatan sebesar 103,65 persen menjadi Rp.357,4 triliun pada tahun 2009. Jumlah realisasi ini melebihi jumlah yang direncanakan setelah perubahan (RAPBN-P) untuk tahun tersebut. Untuk tahun 2010 nilainya ditetapkan sekitar  Rp.340,3 triliun,atau hanya  95,2 persen dari realisasi nilai pada setahun sebelumnya. Jenis pajak terbesar kedua adalah pajak terhadap pertambahan nilai. Jenis pajak ini dapat digunakan sebagai salah satu indicator mengenai besarnya jumlah transaksi ekonomi atau kegiatan pasar didalam perekonomian nasional pada tahun yang bersangkutan. Dapat dikatakan,sebagai suatu hipotesa,bahwa dengan tarif pajaka yang tetap,semakin besar nilai transaksi ekonomi atau semakin besar penambahan nilai yang dihasilkan dari kegiatan-kegiatan ekonomi domestik,maka semakin besar nilai pajak pertambahan nilai. Pada tahun  2005,nilai realisasinya mencapai hampir Rp.101,3 triliun dan pada tahun 2009 meningkat sebesar 146,3 persen menjadi Rp.249,5 triliun, dan RAPBN 2010 mencatat sekitar Rp.267 triliun.
Kedua ,dari sektor luar negeri, bea masuk selalu lebih besar dari bea keluar yang bisa mencerminkan dua hal,yakni Indonesia sangat banyak melakukan impor dan pemerintah berupaya selama ini menggenjot ekspor dengan berbagai macam cara,dib ea masuk tercatat sebanyak Rp.14,9 triliun dibandingkan bea keluar yang hanya sekitar Rp.0,3 triliun. Pada  tahun 2009,nilai realisasinya untuk masing-masing bea tersebut adalah hampir Rp. 19,2 triliun dan Rp.9,3 tiliun.
Ketiga,dalam bidang SDA,ternyata Keuangan pemerintah hingga sekarang ini masih sangat tergantung pada pemasukan dari sektor migas,walaupun perkembangannya selam periode yang diteliti menunjukan kecenderungan berkurang,yang sejalan dengan perubahan struktur ekonomi nasional yang memang selama ini sejak era  Orde Baru cenderung semakin kecil ketergantungannya pada sektor tersebut,baik sebagai sumber pembentukan /pertumbuhan PDB maupun devisa hasil ekspor. Pada tahun 2005,nilai realisasinya tercatat sekitar Rp.103,8 tiliun dan pada tahun 2009 Rp.162,1 triliun,bahkan untuk tahun 2010 nilainya ditetapkan lebih kecil yakni sekitar Rp.101,3 triliun.
Keempat ,sumbangan dari laba BUMN terhadapn pendapatan pemerintah cenderung meningkat setiap tahun ,walaupun banyak BUMN yang mengalami kerugian pada tahun-tahun tertentu. Pada tahun 2005,tercatat bahwa bagian dari laba BUMN yang masuk kekas Negara mencapai Rp.12,8 triliun menjadi sekitar Rp.30.8 triliun pada tahun 2009,atau suatu kenaikan di atas 100 persen dibandingkan nilai yang tercapai pada tahun 2005. Namun ,untuk tahun 2010,angka RAPBN menunjukan Rp.23 triliun,yang berarti pendapatan pemerintah yang berasal dari BUMN sedikit berkurang.
Sumber :
Tambunan ,Tulus T.H.(2009a),Perekonomian Indonesia,Jakarta:Ghalia Indonesia        

       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar