Jumat, 12 April 2013

Pertumbuhan Ekonomi


Di dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN),dinyatakan secara eksplisit bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa pembangunan ekonomi yang lebih serius dan terencana baik di Indonesia baru dimulai sejak pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun pertama (Repelita I) tahun 1969,dan prosesnya berjalan mulus sejak itu hingga krisis ekonomi menerjang Indonesia tahun 1997/1998;walaupun selama jangka waktu tersebut Indonesia mengalami beberapa goncangan eksternal seperti merosotnya harga minyak mentah di pasar internasional da n aperesiasi nilai tukar Yen terhadap dolar AS selama 1980-an.
Walaupun bukan suatu indikator yang  bagus,tingkat kesejahteraan masyarakat dilihat dari aspek ekonominya,dapat diukur dengan pendapatan nasional (PN) per kapita. Untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional,pertumbuhan ekonomi diukur dengan pertumbuhan produk domestic bruto(PDB),dan menjadi salah satu target penting yang harus dicapai dalam pembangunan ekonomi. Selain pertumbuhan ,proses pembangunan ekonomi juga akan membawa dengan sendirinya suatu perubahan mendasar dalam stuktur ekonomi. Dari sisi perminataan agregat,perubahan atau yang dimaksud dengan ‘pendalaman ‘struktur ekonomi terjadi terutama didorong oleh peningkatan pendapatan. Sedangkan dari sisi penawaran agregat,faktor-faktor pendorong utama adalah perubahan/kemajuan teknologi ,peningkatan kualitas.
Ada beberapa hal tentang pertumbuhan ekonomi,yaitu:
1)      Konsep dan cara perhitungannya
Pertumbuahan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteran.  Dari sisi permintaan(konsumsi),dari sisi penawaran,pertumbuhan penduduk juga membutuhkan pertumbuhan kesempatan kerja(sumber pendapatan). Pertumbuhan ekonomi tanpa disertai dengan penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari penambahan pendapatan tersebut (cateris paribus),yang selanjutnya akan menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kemiskinan.
Ada dua arti dari PN,yaitu dalam arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit,PN adalah PN. Sedangkan dalam arti luas,PN dapat merujuk ke PDB,atau merujuk ke produk nasional bruto (PNB),atau produk nasional netto (PNN). Sesuai metode yang standar,penghitungan PN diawali dengan penghitungan PDB. Hubungan antara PDB dan PN dapat dijelaskan melalui beberapa persamaan sederhana sebagai berikut:



PNB       =PDB+F                                                (3.1)
PNN       =PNB-D                                                (3.2)
PN          =PNN-Ttl                             (3.3)
Dimana :
                F      = pendapatan  netto atas factor luar negeri
                D     = penyusutan;dan
                Ttl   = pajak tak langsung netto (variable-variabel lainnya telah dijelaskan di dalam teks)
 Jika tiga persamaan diatas digabungkan,akan mendapatkan persamaan berikut:
                                PDB        = PN +Ttl+D-F
                                PN          = PDB+F-D-Ttl
                PDB dapat diukur dengan tiga macam pendekatan,yaitu pendekatan produksi ,pendekatan pendapatan,dan pendekatan pengeluaran. Dua pendekatan pertama tersebut adalah pendekatan dari sisi penawaran agregat ,sedangkan pendekatan pengeluaran adalah perhitungan PDB dari sisi permintaa agregat. Menurut pendekatan produksi, PDB adalah jumlah nilai output (NO)dari semua sector ekonomi atau lapangan usaha. Berdasarkan satu digit,Biro Pusat Statistika (BPS) membagi ekonomi nasional ke dalam 9 sektor,yaitu
1.       Pertanian
2.       Pertambangan dan Penggalian
3.       Industry Manufaktur
4.       Listrik ,Gas dan Air Bersih
5.       Bangunan
6.       Perdagangan ,Hotel dan Restoran
7.       Pengakutan dan Komunikasi
8.       Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan
9.       Jasa-jasa
Jadi PDB adalah jumlah NO dari kesembilan sector tersebut adalah
                                PDB        = ∑ NO
                                i               = 1,2,3…….9
                Sedangkan melalui pendekatan pendapatan ,PDB adalah jumlah pendapatn yang diterima oleh faktor-faktor produsi yang digunakan dalam proses produksi di masing-masing sektor, seperti tenaga kerja(gaji/upah),pemilik modal(bunga/hasil investasi),pemilik tanah(hasil jual/sewa tanah),dan pengusaha(keuntungan bisnis/perusahaan). Semua pendapatan ini dihitung sebelum dipotong oleh pajak penghasilan dan pajak-pajak langsung lainnya. Oleh sebab itu,dalam pendekatan pendapatan,PDB adalah jumlah dari nilai tambahan bruto (NTB) dari kesembilan sector tersebut adalah :
                                PDB        = NTB1 + NTB2 + … + NTB9
                Adapun menurut pendekatan pengeluaran,PDB adalah jumlah dari semua komponen dari permintaan akhir; yaitu pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak berorientasi profit/nirlaba (C),pembentukan modal tetap domestik bruto,termasuk perubahan stok (I),pengeluaran konsumsi pemerintah (G),ekspor (X),dan impor (M).
                                PDB        = C+I+G+X-M
2)       Sumber –Sumber Pertumbuhan
Pertumbuhan ekonomi bisa bersumber dari pertumbuhan permintaan agregat atau peertumbuhan penawaran agregat. Dari sisi permintaan agregat ,peningkatannya di dalam ekonomi bisa terjadi karena PN,yang terdiri atas permintaan masyarakat (konsumen),perusahaan ,dan pemerintah meningkat. Sisi permintaan agregat di dalam suatu ekonomi bisa digambarkan dalam suatu model ekonomi makro sederhana sebagai berikut:
                Y              = C+I+G+X-M                                    (3.8)
                C             = cY+ Ca                                                              (3.9)
                I               = -ir+ Ia                                                                (3.10)
                G             = Ga                                                      (3.11)
                X             =Xa                                                        (3.12)
                M            =mY+                                              (3.13)
Dari sisi penawaran agregat,pertumbuhan output bisa disebabkan oleh peningkatan volume dari faktor-faktor produksi yang digunakan,seperti tenaga kerja ,modal (capital),tanah,dan energy. Jadi ,relasi antara output dengan faktor –faktor produksi dapat ditulis dalam suatu fungsi sederhana sebagai berikut :
                Q             = f (X1, X2, .. Xn)
                                       +   +    +          +
Dimana: Q mewakili volume output dan X1, X2, .. Xn adalah volume dari faktor-faktor produksi yang  digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Tanda –tanda positif di bawah setiap X,menandakan hubungan antara setiap faktor produksi tersebut dengan output adalah positif:jika jumlah  X1,meningkat,output juga meningkat.
               

               


 


GLOBALISASI EKONOMI


                Globalisasi ekonomi dimaksudkan sebagai proses terintegrasinya perekonomian negara-negara kea rah masyarakat ekonomi dunia yang saling terkait,saling tergantung, dan saling pengaruh-mempengaruhi. Globalisasi ekonomi diperlihatkan oleh saling tergantung dan bahkan saling terintegrasinya produksi. Misalnya ,produk sebuah computer yang dirakit oleh Taiwan,tetapi komponenenya ada diimpor dari Jepang ,Hongkong,dan sebagainya. Sekalipun merknya  made in Taiwan ,tetapi hakikatnya merupakan produk dari beberapa negara atau produk global. Selain bidang produksi, bidang-bidang lain seperti investasi ,kredit,perdagangan,dan pemasaran antar negara semakin sulit dipisahkan dan semuanya akan menjadi suatu kesatuan.
                Indonesia menyepakati program reformasi 50 pasal yang disodorkan IMF yang kemudian diubah lagi dengan memorandum tambahan yang berkenan dengan :
1.       Utang swasta dengan menggunakan pola Meksiko
2.       Soal subsidi
3.       Reformasi prbankan
4.       Parameter makro ekonomi,seperti kebijakan suku bunga,perkiraan tingkat inflasi,pertumbuhan ekonomi,APBN termasuk pinjaman luar negeri dan penjualan sebagian saham BUMN
5.       Penyempurnaan UU yang terkait dengan UU kepailitan,UU bank sentral ,dan sebagainya.
Arus globalisasi yang multi dimensional yang meliputi hampir seluruh aspek hidup manusia yang dipemukaan sangat terlihat nyata di bidang ekonomi. Hal itu disebabkan kemajuan teknologi informasi,komunikasi,dan transportasi. Pengguanaan bahasa inggris sebagai bahasa internasional,penggunaaan mata uang dolar sebagai mata uang internasional,pesatnya pertumbuhan sektor keparawisataan merupakan penyebab lain semakin derasnya arus globalisasi dunia. Demikian jugalah ,kerangka sisitem moneter dan perdagangan dunian yang relatif mapan dan munculnya kekuatan ekonomi yang berimbang antara Amerika,Eropa Barat,dan Jepang disebut sebagai kekuataan lain yang mendorong semakin cepatnya proses globalisasi ekonomi dunia.
Banyak indikator yang dapat menunjukan saling ketergantungan secara internasional yang semakin meningkat, diantaranya ialah:
1)      Globalisasi yang diperlihatkan oleh semakin besarnya peran perdagangan ekonomi dunia bagi sebagian besar negara,tidak terkecuali Amerika yang dikenal lebih independen di bidang ekonomi. Demikian juga di bidang finansial yang saling tergantung baik antara negara maju dengan negara maju,baik secara bilateral,maupun secara multilateral,melalui lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan internasional seperti,IMF,Bank Dunia,melalui konsorsium seperti IGGI(sekarang menjadi CGI),dan sebagainya.
2)      Apabila dilihat dari peranan pinjaman luar negeri serta gerakan modal internasional,pada umumnya jelas semakin bertambah.
3)      Ketergantungan yang semakin besar juga dapat dilihat dari ketergantungan teknologi negara-negara   sedang berkembang kepada kemajuan teknologi. Selain ketergantungan yang semakin besar di bidang perdagangan seperti ekspor dan impor,permodalan dan teknologi,ketergantungan aturan makin jelas menyudutkan negara berkembang.
4)      Pengaruh budaya negara-negara maju terhadap negara berkembang sangat besar.
Secara umum,Philip Kotler mecoba melihat kelebihan dan kelemahan suatu negara atau kelompok negara  yang mempengaruhi kemampuan berkembang,terutama di era global sekarang ini. Kemampuan setiap negara dalam menangkap kesempatan dan menangkal ancaman tergantung pada kemampuan yang dimilikinya. Adapun faktor-faktor penentu kemampuannya terletak pada:
a)      Faktor-faktor sosial ,meliputi :budaya ,sikap ,nilai-nilai ,dan keterpaduan masyarakat; faktor ekonomi seperti: sumberdaya dan organisasi industri ; faktor politik dan kepemimpinan.
b)      Kualitas unsure-unsur tersebut (social,ekonomi,dan politik) bisa karena diwariskan ,seperti sumber daya alam tertentu atau karena diciptakan,misalnya organisasi industry.
c)       Dapat juga bersifat statik (budaya masyarakat,sikap hidup,dan nilai-nilai).
d)      Sebagian unsur-unsur tersebut ada yang lebih bersifat struktural (faktor kekayaan alam),bisa bersifat perilaku (kepemimpinan pemerintah),atau sebagian merupakan kombinasi dari keduanya (organisasi suatu industri suatu negara) . Oleh karena itu, para pengambil keputusan dalam suatu negara perlu memperhatikan kemampuan-kemampuan negaranya,tidak sekedar dalam wujud lingkup dan intensitasnya saja,tetapi juga subsitusi atau penggantinya,serta peningkatan produktivitas dalam pemanfaatannya  sepajang masa.
Daya saing suatu negara,juga sangat dipengaruhi oleh kohesivitas masyarakat. Dalam arti,kemampuan memadukan kebersamaan melalui proses demokratisasi kekusaan atau politik,demokratisasi ekonomi,maupun pemerataan pendapatan.  Jumlah suku bangsa yang banyak,nilai budaya yang beragam,keyakinan agama yang bebeda-beda,kesenjangan sosial ekonomi yang semakin lebar yang dipacu oleh kekecewaan terberangsurnya hak-hak politik rakyat,dan situasi ekonomi yang sulit serta pengangguran yang meluas mudah memicu kerusuhan dimana-mana. Oleh karena itu,kohesivitas masyarakat harus dapat dibangun kembali melalui proses kesadaran kebersamaan dan komitmen kebangsaan.
Factor lain yang tidak kalah pentingnya yang menentukan daya pengembangan suatu negara ialah kepemimpinan pemerintah. Ada empat hal yang dapat menyebabkan pemerintah bisa menjadi penghalang potensi kreativitas yang menunjang kemakmuran negara,yaitu korupsi,pengeluaran anggaran militer yang berlebihan,alokasi sumber daya ekonomi yang keliru,dan ketidakstabilan politik. Adapun di negara kita dari empat hal tersebut yang wajar,sedangkan yang lainnya yaitu korupsi,alokasi sumber-sumber yang belum pas,dan ketidakstabilan politik masih merupakan hambatan yang sulit diselesaikan secara singkat dan tuntas.
Gambaran singkat di atas menunjukan bahwa ternyata kunci-kunci kebehasilan ekonomi di era global yang dimiliki masih sangat terbatas. Bahkan,dengan kondisi perekonomian Indonesia yang sedang krisis sekarang ini saja untuk bisa pulih masih sangat sulit. Apalagi usaha mempersiapkan diri bertarung di era global,jelas masih sangat lemah,sebab masih harus membangun kembali dasar-dasar kebijakan ekonominya dengan nilai-nilai baru yang lebih demokratis,baik di bidang politik maupun di bidang ekonomi.    

Sumber :  Buku Pembanguna Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Global, penerbit Muhammad University Press 

Senin, 08 April 2013

Kemiskinan


                Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Kosep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relative,sedangkan konsep yang mengukur tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolute. Kemiskinan relatif adalah suatu ukran mengenai kesenjangan di dalam Distribusi yang dimaksud. Dinegara-negara  maju(NM),kemiskinana relatif diukur sebagai suatu proporsi dari tingkat pendapatan rata-rata per kapita. Sebagai suatu ukuran relatif,kemiskinan relative dapat berbeda menurut  negara atau periode di dalam suatu  negara. Kemiskinan absolut adalah derajat dari kemiskinan di bawah mana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi. Ini adalah suatu ukuran tetap(tidak berubah)di dalam bentuk suatu kebutuhan kalori minimum ditambah komponen-komponen non-makanan yang  sangat diperlukan untuk bertahan hidup.
                Ketimpangan yang besar dalam distribusi pendapatan (kesenjangan ekonomi) dan tingkat kemiskinan merupakan dua masalah besar di banyak Negara Berkembang,tidak terkecuali Indonesia. Dikatakan besar,jika dua masalah ini berlarut-larut dan dibiarkan semakin parah,pada akhirnya akan menimbulkan konsekuensi politik dan social yang sangat serius
                Data tahun 1970-an dan 1980-an mengenai prtumbuhan ekonomi dan Distribusi pendapatan dibanyak Negara Berkembang,terutama negara- negara  yang proses pembangunan ekonominya sangat pesat dan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi ,seperti Indonesia,menunjukan seakan-akan korelasi positif antara laju pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kesenjangan dalam Distribusi pendapatan :semakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin besar pendapatan per kapita,semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya.
                Namun, hasil studi dari Ahluwalia(1976) mengenai relasi antara Distribusi pendapatan dan proses pembangunan berdasarkan data dari 60 negara menunjukan bahwa suatu laju pertumbuhan yang tinggi tidak selalu harus mengakibatkan kepincangan dalam distribusi  pendapatan bertambah besar pada suatu tingkat pembangunan tertentu yang telah dicapai. Sebagai suatu perbandingan,hasil studi dari ADB di tahun 1980-an terhadap 10 negara di Asia,termasuk India,Republik China,Malaysia,Bangladesh,Republik Korea,Sri Langka dan Filipina,memperlihatkan bahwa kesejahteraan dari kelompok masyarakat termiskinan membaik hanya dinegara-negara yang laju pertumbuhan ekonominya sangat besar. Hasil studi ini memberi kesan bahwa memang ada efek ‘cucuran ke bawah’ dinegara-negara tersebut. Tetapi,hasil analisis ini dengan pendekatan lintas negara  (cross-section) tidak menunjukan adanya suatu relasi yang kuat antara tingkat pendapatan dan ketidak merataan dalam distribusi pendapatan.
                Misalnya, Jantti (1997) di dalam studinya membuat suatu kesimpulan bahwa semakin membesarnya ketimpangan dalam distribusi pendapatan dinegara-negara tersebut disebabkan oleh pergesaran-pergesaran demografi,perubahan pasar buruh dan perubahan kebijakan-kebijakan public. Dalam hal perubahan pasar buruh, membesarnya kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besarnya saham pendapatan dari istri di dalam total pendapatan keluarga merupakan dua factor penyebab penting.
                Dasar teori dari korelasi antara pertumbuhan pendapatan per kapita dan tingkat kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal dari proses pembangunan,tingkat kemiskinan cenderung meningkat,dan pada saat mendekati tahap akhir dari pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang. Tentu,seperti talah dikatakan sebelumnya,banyak faktor-faktor lain selain pertumbuhan pendapatan yang juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di suatu  wilayah /Negara seperti derjat pendidikan,tenaga kerja,dan struktur ekonomi.
                Ada suatu korelasi negatif antara tingkat pendapatan dan kemiskinan :semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita,maka semakin rendah tingkat kemiskinan ;atau  dengan kata lain,negara –negara dengan tingkat pendapatan negara per kapita yang lebih tinggi cenderung mempunyai tingkat kemiskinan yang lebih rendah dibandingkan negara-negara yang tingkat pendapatan negara per kapitanya rendah. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa elastisitas pertumbuhan pendapatan dari kemiskinan untuk Asia Timur adalah yang tertinggi,disusul kemudian oleh Amerika Latin,Asia Selatan dan Afrika.
                Contohnya, pada pertumbuhan output disektor industry pengolahan mempunyai suatu dampak positif yang besar terhadap penurunan kemiskinan dan hanya terbukti di Asia Timur. Pertumbuhan output industiri 1 persen mengurangi kemiskinan 1,3 persen. Sebaliknya,prtumbuhan output industry di Amerika Latin dan Karibian berkorelasi positif dengan kemiskinan: semakin besar output disektor tersebut semakin banyak orang miskin;walaupun efek ini secara statistic tidak signifikan. Sama seperti di Asia Timur pertumbuhan output industi di Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara juga mempunyai efek positif terhadap penurunan kemiskinan,tetapi efeknya tidak signifikan. Penggerak utama dari penurunan kemiskinan di Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara adalah pertumbuhan output disektor pertanian.
                Dalam akhir 1990-an ,term ‘pertumbuhan yang pro-kemiskinan’(sebut PPG) ini menjadi terkenal saat banyak ekonomi mulai menganalisis paket-paket kebijakan yanga dapat mencapai penurunan kemiskinan yang lebih cepat lewat pertumbuhan ekonomi dan perubahan Distribusi pendapatan. PPG secara umum didefinikasi sebagai pertumbuhan ekonomi yang membuat penurunan kemiskinan secara signifikan. Dalam usaha memberikan relevansi analisis dan operasional terhadap konsep tersebut,di dalam literature muncul dua pendekatan. Pendekatan pertama memfokuskan pada keyakinan bahwa orang-orang miskin pasti mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi walaupun tidak proposional. Artinya, pertumbuhan ekonomi memihak kepada orang miskin jika dibarengin dengan suatu pengurangan kesenjangan;atau dengan kata lain,pangsa pendapatan dari kelompok miskin meningkatan bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi. Pendekatan ini disebut juga definisi relatif dari PPG.
                Selama periode 2005-2006,jumlah orang miskin di Indonesia tercatat bertambah sebanyak 4,2 juta orang. Baru setelah beberapa penyesuain kebijakan dan stabilisasi ekonomi makro,tingkat kemiskinan mulai menurun lagi sejak tahun 2007. Dalam bentuk relatif,tingkat kemiskinan pada tahun 2007 sama seperti sebelum krisis 1997-1998 terjadi. Namun demikian,dalam bentuk absolut,jumlah orang yang berpengeluaran rata-rata per hari di bawah garis kemiskinan yang berlaku tetap lebih tinggi dibandingkan pada era Orde Baru sebelum krisi 1997-1998. Waluapun perbedaan antarawilayah bervariasi menurut tahun,tingkat kemiskinan di daerah perkotaan juga selalu lebih kecil dibandingkan di daerah perdesaan dan terus berlangsung pada tahun-tahun berikutnya. Berdasarkan data terakhir,pada bulan Maret 2010,persentase penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan yang berlaku pada tingkat nasional adalah sekitar 13 persen.
                Selain tingkat kemiskinan,ada dua hal yang jugaa harus diperhatikan dalam membahas soal kemiskinan dan keparahan kemiskinan. Kedalaman kemiskinan menunjukan rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap batas miskin,sedangkan keparahan kemiskinan menujukan ketimpangan pengeluaran dari penduduk paling miskin,atau yang makin jatuh di bawah garis kemiskinan yang berlaku. Semakin besar nilai kedua indeks ini di sebuah negara  mencerminkan semakin seriusnya persoalan kemiskinan dinegara tersebut. Dari sisi lain,dapat disimpulkan bahwa kondisi kemiskinan di desa masih lebih buruk dibandingkan di kota. Sedangkan secara umum,penurunan dari kedua indeks tersebut di kota maupun di desa mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.
                Dan biasanya kelompok masyarakat yang sangat rentan terhadap kemiskinan adalah para pekerja pabrik dan rumah tangga yang beberapa tahun belakangan ini kondisi ekonomi mereka membaik akibat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan yang menciptakan kesempatan kerja lebih besar dan lebih baik (dari sisi pendapatan),namun mereka berada persis diatas garis kemiskinan yang berlaku. Kondisi seperti ini membuat mereka sangat terancam kembali menjadi miskin apabila ada sebuah krisis ekonomi seperti pada tahun 2008-2009. Kelompok pekerja yang masuk di dalam kategori ini adalah pekerja-pekerja tidak berpendidikan tinggi seperti pekerja-pekerja kontrak atau borongan di industri-industri berorientasi ekspor dan padat karya seperti  tekstil dan pakaian jadi,makanan dan minuman,barang-barang dari kulit dan barang-barang dari kayu.
                Sewaktu krisis ekonomi global 2008-2009 terjadi,yang menjadi perhatian paling serius dari pemerintah-pemerintah dinegara-negara yang terkena himbasnya,termasuk Indonesia adalah dampak dari krisis tersebut terhadap kemiskinan dan ketimpangan pendampatan di dalam masyarakat,terutama karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang pernah dinikmati oleh banyak negara berkembang,khususnya di Asia pada era sebelum krisis tersebut ditandai dengan ketimpangan pendapatan yang bertambah, dan oleh sebab itu kemiskinan tetap bertahan,jika berkurang lajunya lambat di negara-negara tersebut.
                Waktu krisis ekonomi global tersebut terjadi,pemerintah Indonesia bersama dengan Bank Dunia membuat tiga skenario  mengenai kemungkinan efek-efek dari krisis ekonomi global tersebut terhadap kemiskinan di Indonesia. Pertama ,adalah skenario ‘tanpa krisis’,dimana laju pertumbuhan ekonomi Indonesia diestimasi mencapai 6 persen rata-rata per tahun. Skenario kedua adalah krisis ekonomi global yang mempengaruhi perekonomian Indonesia tanpa pemerintah melakukan sesuatu yang khusus untuk mencegah atau mengurangi dampak negatifnya,terutama terhadap kemiskinan . Sedangkan skenario ketiga adalah dimana krisi 2008-2009 itu berdampak terhadap perkonomian Indonesia tetapi pemerintah  aktif melakukan sesuatu seperti stimulus fiscal untuk memperkecil efek negatifnya. Estimasi –estimasi mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan tiga skenario bisa memberi sebuah kesan bahwa intervensi-intervensi pemerintah,terutama yang langsung ditunjukan pada penanggulangan kemiskinan sangat penting,paling tidak untuk mencegah tingkat kemiskinan tidak tambah tinggi akibat krisis tersebut.

Sumber :
Tambunan ,Tulus T.H.(2009a),Perekonomian Indonesia,Jakarta:Ghalia Indonesia      

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara(APBN)



1.      Fungsi
Di Negara manapun juga,baik yang beraliran social maupun berbasis kapasitas atau gabungan dari dua system ekonomi tersebut,pemerintah mempunyai suatu peran sangat penting di dalam kegiatan ekonomi nasional.
Tugas pemerintah ini direleasasikan lewat berbagai macam kebijakan ,peraturan dan perundang-undangan dengan tujuan untuk mendorong atau menggairahkan ekonomi pada saat ekonomi sedang lesu dan mengerem laju ekonomi  pada saat ekonomi sedang memanas (pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun tinggi yang lebih didorong oleh konsumsi yang mengancam meroketnya laju inflasi),terutama untuk mencegah inflasi yang tinggi. Dengan kata lain,tugas pemerintah adalah untuk menjaga stabilitas ekonomi dan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi pada tingkat tertentu yang menciptakan kesempatan kerja penuh,yang berarti mengurangi/menghilangkan pengganguran atau kemiskinan.
Dalam sejarah Indonesia sejak Orde Baru hingga sekarang,sering kali pemerintah berperan sebagai motor utama,jika tidak bisa dikatakan sebagai satu-satunya penggerak perekonomian nasional. Mungkin bukti yang paling nyata yang menunjukan besarnya peran pemerintah didalam perekomian Indonesia selama ini adalah keberadaan Anggaran Pendapatan dan Belanjan Negara (APBN). Jika setiap perusahaan selalu (merupakan suatu keharusan ) menyusun anggaran pengeluaran dan pendapatan /pemasukannya setiap tahun agar perusahaan bisa berkinerja dengan baik sesuai rencana tahunan ,demikian juga pemerintah,dan hal ini dapat dilihat di dalalm APBN,yang dibuat setiap tahun agar perekonomian nasional bisa terus bergerak dangan laju pertumbuhan bukan hanya berkelanjutan tetapi juga dengan laju akselarasi yang meningkatkan di satu sisi,dan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional disisi lain.
Pada era Orde Baru,APBN menerapkan system anggaran berimbang dan menerapkan prinsip T-Account dimana artinya,deficit APBN selama periode tersebut ditutup oleh pinjaman yang diperhitungkan sebagai penerimaan Negara. Untuk beberapa  tahun setelah berakhir era Orde Baru,system ini masih diberlakukan. Setelah tahun 2000,APBN mengganut prinsip anggaran deficit. Perubahan system tersebut disebabkan karena selama era Orde Baru dengan memperhitungkan utang sebagai pemasukan Negara membuat tidak ada upaya mengurangi ketergantungan pemerintah terhadap utang sebagai sumber pembiayaan deficit APBN.
Perubahan maupun pemakaian APBN dalam upaya mencapai pertumbuhan ekonomi,penciptaanlebih banyak kesempatan kerja,stabilitas harga, dan stabilitas dalam posisi eksternal(yang tercerminkan dalam besar kecilnya deficit neraca  pembayaran) dicerminkan oleh sifat dari kebijakan fiscal. Jika pemerintah menambah deficit APBN ,yakni menambah pengeluaran atau mengurangi pendapatan lewat misalnya mengurangi tarif pajak, maka dikatakan pemerintah melakukan kebijakan fiscal ekspansif karena,paling tidak secara teori atau harapan pemerintah bahwa laju pertumbuhan ekonomi akan meningkat. Sebaliknya, disebut  kebijakan fiscal kontraktif jika pemerintah mengurangi deficit APBN,yakni pengeluaran atau menaikkan tarif pajak,karena laju pertumbuhan ekonomi akan merosot,cateris paribus.

2.Komponen-komponen APBN
APBN mempunyai dua komponen besar,yakni anggaran pengeluaran pemerintah pusat dan anggaran pendapatan Negara. Selanjutnya, kedua komponen tersebut,masing-masing mempunyai banyak sub-komponen. Anggaran pendapatan Negara terdiri dari berbagai macam pajak,retribusi,royaliti,bagian laba BUMN,dan berbagai pendapatan non-pajak lainnya. Namun demikian, yang paling dominan dan sekaligus paling krusial sebagai instrument fiscal dari sisi penerimaan adalah pajak.
Sedangkan anggaran pengeluaran pemerintah pusat terdiri dari dua sub-komponen besar yakni,pengeluaran pemerintah pusat dan pengeluaran pemerintah daerah,yaitu daerah dan desentralisasi fiscal,yang dapat dibagi menjadi dua komponen,yakni dana perimbangan dan dana penyesuaian dan otonomi khusus. Sedangkan anggaran pengeluaraan pemerintah pusat meliputi gaji pegawai negeri,pengeluaran material,investasi,ppembayaran bungan pinjaman,subsidi,dan lainnya.
Sesuai pertumbuhan jumlah penduduk dan perkembangan kegiatan ekonomi serta semakin kompleksnya permasalahan ekonomi dan social yang muncul ditengah masyarakat,jumlah anggaran Negara terus bertambah setiap tahunnya. Pada era Orde Lama,periode saat perkonomian Indonesia sangat buruk,jumlah anggaran sangat minim karena pemasukan pemerintah sangat kecil dan hal terakhir ini disebabkan oleh kegiatan ekonomi nasional yang nyaris tidak bergerak jika dibandingkan sekarang.
Beberapa contoh jumlah belanja Negara yaitu:
·         Belanja pegawai
Terdiri dari tiga komponen utama yaitu : gaji dan tunjangan ,honorarium dan vakasi ,serta konstribusi social. Gaji dan tunjangan bagi pegawai negeri yang jumlahnya jutaan orang di seluruh Indonesia merupakan sub-komponen terbesar dari belanja pegawai.
·         Belanja barang
Belanja barang biasanya dipergunakan keperluan kementerian-kementerian dan lembaga-lembaga pemerintah. Belanja barang terdiri dari empat komponen yakni:  barang dan jasa, pemeliharaan ,perjalanan, BLU dan PNBP.
·         Belanja modal
Belanja modal biasanya dipergunakan untuk kebutuhan departemen-departemen dan lembaga-lembaga  non-departemen pemerintah dan juga untuk berbagai kegiatan investasi public seperti infrakstur






Inilah contoh rincian pendapatan Negara pada tahun 2005-2010(Rp miliar)

2005
2006
2007
2008
2009
2010
LKPP
LKPP
LKPP
LKPP
APBN
RAPBN-P
RAPBN
1.Penerimaan perjakan
347.031.1
409.203.0
490.988.6
658.700.8
725.843.0
652.121.8
729.165.2
   a.Pajak dalam negeri
331.792.0
395.971.5
470.051.8
622.358.7
697.347.0
632.098.7
702.033.9
     i.Pajak penghasilan
175.541.2
208.833.1
238.430.9
327.497.7
357.400.5
340.376.2
340.321.7
           1.PPh Migas
35.143.2
43.187.9
44.000.5
77.018.9
56.723.5
49.500.4
39.882.7
           2.PPh Nonmigas
140.398.0
165.645.2
194.430.4
250.478.8
300.677.0
290.875.8
300.439.0
     ii.Pajak Pertambahan Nilai
101.295.8
123.035.9
154.526.8
209.647.4
249.508.7
203.084.0
267.028.0
     iii.Pajak Bumi dan Bangunan
16.216.7
20.858.5
23.723.5
25.354.3
28.906.3
23.863.6
26.486.6
     iv.BPHTB
3.431.9
3.184.5
5.953.4
5.573.1
7.753.6
6.980.0
7.354.8
     v.Cukai
33.256.2
37.772.1
44.679.5
51.251.8
49.494.7
54.545.0
57.026.5
     vi.Pajak lainnya
2.050.2
2.287.4
2.737.7
3.034.4
4.273.2
3.250.0
3.816.3
  b.Pajak Perdagangan Internasional
15.239.1
13.231.5
20.936.8
36.342.1
28.496.0
20.023.1
27.131.4
     i.Bea Masuk
14.920.9
12.140.4
16.699.4
22.763.8
19.160.4
18.623.5
19.497.7
    ii.Bea Keluar
318.2
1.091.1
4.237.4
13.578.3
9.335.6
1.399.6
7.633.6
2.Penerimaan Negara Bukan Pajak
146.888.5
226.950.2
215.119.7
320.604.6
258.943.6
219.518.3
180.889.0
   a.Penerimaan SDA
110.467.4
167.473.9
132.892.6
224.463.0
173.496.5
139.996.6
111.453.9
      i.Migas
103.762.1
158.086.1
124.783.7
211.617.0
162.123.1
129.088.1
101.259.3
          1.Minyak Bumi
72.822.3
125.145.4
93.604.5
169.022.2
123.029.7
92.432.4
75.645.8
          2.Gas Alam
30.939.8
32.940.7
31.179.2
42.594.7
39.093.3
36.655.7
25.613.5
     ii.Non Migas
6.705.3
9.387.8
8.108.9
12.846.0
11.373.5
10.908.5
10.194.6
          1.Pertambahan Umum
3.190.5
6.781.4
5.877.9
9.511.3
8.723.5
8.723.5
7.115.6
          2.Kehutanan
3.249.4
2.409.5
2.114.8
2.315.5
2.500.0
1.715.0
2.732.6
          3.Perikanan
265.4
196.9
116.3
77.8
150.0
150.0
102.0
          4.Pertambangan Panas Bumi
-
-
-
941.4
-
320.0
244.4
    b.Bagian Laba BUMN
12.835.2
21.450.6
23.222.5
29.088.4
30.794.0
29.214.7
23.005.1
    c.PNBP Lainnya
23.585.9
38.025.7
56.873.4
63.319.0
49.120.8
44.416.1
36.719.1
      a.1.Surplus Bank Indonesia
0.0
1.522.5
13.669.3
-
-
2.646.4
-
    d.Pendapatan BLU
-
-
2.131.2
3.734.3
5.442.2
5.890.9
9.710.9
TOTAL
493.919.6
636.153.2
706.108.3
979.305.4
984.786.5
871.640.1
910.054.3

Rincian pendapatan Negara diatas menunjukan beberapa hal yang menarik untuk diperhatikan. Pertama,diantara jenis-jenis pajak yang ada,pajak penghasilan (PPh) dari sector migas dan sektor-sektor  non-migas adalah yang terbesar yang didominasi oleh PPh dari sektor-sektor non-migas. Pada tahun 2005 realisasi nilainya mencapai Rp. 175,5 triliun dan mengalami peningkatan sebesar 103,65 persen menjadi Rp.357,4 triliun pada tahun 2009. Jumlah realisasi ini melebihi jumlah yang direncanakan setelah perubahan (RAPBN-P) untuk tahun tersebut. Untuk tahun 2010 nilainya ditetapkan sekitar  Rp.340,3 triliun,atau hanya  95,2 persen dari realisasi nilai pada setahun sebelumnya. Jenis pajak terbesar kedua adalah pajak terhadap pertambahan nilai. Jenis pajak ini dapat digunakan sebagai salah satu indicator mengenai besarnya jumlah transaksi ekonomi atau kegiatan pasar didalam perekonomian nasional pada tahun yang bersangkutan. Dapat dikatakan,sebagai suatu hipotesa,bahwa dengan tarif pajaka yang tetap,semakin besar nilai transaksi ekonomi atau semakin besar penambahan nilai yang dihasilkan dari kegiatan-kegiatan ekonomi domestik,maka semakin besar nilai pajak pertambahan nilai. Pada tahun  2005,nilai realisasinya mencapai hampir Rp.101,3 triliun dan pada tahun 2009 meningkat sebesar 146,3 persen menjadi Rp.249,5 triliun, dan RAPBN 2010 mencatat sekitar Rp.267 triliun.
Kedua ,dari sektor luar negeri, bea masuk selalu lebih besar dari bea keluar yang bisa mencerminkan dua hal,yakni Indonesia sangat banyak melakukan impor dan pemerintah berupaya selama ini menggenjot ekspor dengan berbagai macam cara,dib ea masuk tercatat sebanyak Rp.14,9 triliun dibandingkan bea keluar yang hanya sekitar Rp.0,3 triliun. Pada  tahun 2009,nilai realisasinya untuk masing-masing bea tersebut adalah hampir Rp. 19,2 triliun dan Rp.9,3 tiliun.
Ketiga,dalam bidang SDA,ternyata Keuangan pemerintah hingga sekarang ini masih sangat tergantung pada pemasukan dari sektor migas,walaupun perkembangannya selam periode yang diteliti menunjukan kecenderungan berkurang,yang sejalan dengan perubahan struktur ekonomi nasional yang memang selama ini sejak era  Orde Baru cenderung semakin kecil ketergantungannya pada sektor tersebut,baik sebagai sumber pembentukan /pertumbuhan PDB maupun devisa hasil ekspor. Pada tahun 2005,nilai realisasinya tercatat sekitar Rp.103,8 tiliun dan pada tahun 2009 Rp.162,1 triliun,bahkan untuk tahun 2010 nilainya ditetapkan lebih kecil yakni sekitar Rp.101,3 triliun.
Keempat ,sumbangan dari laba BUMN terhadapn pendapatan pemerintah cenderung meningkat setiap tahun ,walaupun banyak BUMN yang mengalami kerugian pada tahun-tahun tertentu. Pada tahun 2005,tercatat bahwa bagian dari laba BUMN yang masuk kekas Negara mencapai Rp.12,8 triliun menjadi sekitar Rp.30.8 triliun pada tahun 2009,atau suatu kenaikan di atas 100 persen dibandingkan nilai yang tercapai pada tahun 2005. Namun ,untuk tahun 2010,angka RAPBN menunjukan Rp.23 triliun,yang berarti pendapatan pemerintah yang berasal dari BUMN sedikit berkurang.
Sumber :
Tambunan ,Tulus T.H.(2009a),Perekonomian Indonesia,Jakarta:Ghalia Indonesia