1. Fungsi
Di Negara manapun juga,baik yang
beraliran social maupun berbasis kapasitas atau gabungan dari dua system
ekonomi tersebut,pemerintah mempunyai suatu peran sangat penting di dalam
kegiatan ekonomi nasional.
Tugas pemerintah ini direleasasikan
lewat berbagai macam kebijakan ,peraturan dan perundang-undangan dengan tujuan
untuk mendorong atau menggairahkan ekonomi pada saat ekonomi sedang lesu dan
mengerem laju ekonomi pada saat ekonomi
sedang memanas (pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun tinggi yang lebih
didorong oleh konsumsi yang mengancam meroketnya laju inflasi),terutama untuk
mencegah inflasi yang tinggi. Dengan kata lain,tugas pemerintah adalah untuk
menjaga stabilitas ekonomi dan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi pada
tingkat tertentu yang menciptakan kesempatan kerja penuh,yang berarti
mengurangi/menghilangkan pengganguran atau kemiskinan.
Dalam sejarah Indonesia sejak Orde
Baru hingga sekarang,sering kali pemerintah berperan sebagai motor utama,jika
tidak bisa dikatakan sebagai satu-satunya penggerak perekonomian nasional.
Mungkin bukti yang paling nyata yang menunjukan besarnya peran pemerintah
didalam perekomian Indonesia selama ini adalah keberadaan Anggaran Pendapatan
dan Belanjan Negara (APBN). Jika setiap perusahaan selalu (merupakan suatu
keharusan ) menyusun anggaran pengeluaran dan pendapatan /pemasukannya setiap
tahun agar perusahaan bisa berkinerja dengan baik sesuai rencana tahunan
,demikian juga pemerintah,dan hal ini dapat dilihat di dalalm APBN,yang dibuat
setiap tahun agar perekonomian nasional bisa terus bergerak dangan laju
pertumbuhan bukan hanya berkelanjutan tetapi juga dengan laju akselarasi yang
meningkatkan di satu sisi,dan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional disisi
lain.
Pada era Orde Baru,APBN menerapkan
system anggaran berimbang dan menerapkan prinsip T-Account dimana
artinya,deficit APBN selama periode tersebut ditutup oleh pinjaman yang
diperhitungkan sebagai penerimaan Negara. Untuk beberapa tahun setelah berakhir era Orde Baru,system
ini masih diberlakukan. Setelah tahun 2000,APBN mengganut prinsip anggaran
deficit. Perubahan system tersebut disebabkan karena selama era Orde Baru
dengan memperhitungkan utang sebagai pemasukan Negara membuat tidak ada upaya
mengurangi ketergantungan pemerintah terhadap utang sebagai sumber pembiayaan
deficit APBN.
Perubahan maupun pemakaian APBN dalam
upaya mencapai pertumbuhan ekonomi,penciptaanlebih banyak kesempatan
kerja,stabilitas harga, dan stabilitas dalam posisi eksternal(yang tercerminkan
dalam besar kecilnya deficit neraca
pembayaran) dicerminkan oleh sifat dari kebijakan fiscal. Jika
pemerintah menambah deficit APBN ,yakni menambah pengeluaran atau mengurangi
pendapatan lewat misalnya mengurangi tarif pajak, maka dikatakan pemerintah
melakukan kebijakan fiscal ekspansif karena,paling tidak secara teori
atau harapan pemerintah bahwa laju pertumbuhan ekonomi akan meningkat.
Sebaliknya, disebut kebijakan fiscal kontraktif
jika pemerintah mengurangi deficit APBN,yakni pengeluaran atau menaikkan tarif
pajak,karena laju pertumbuhan ekonomi akan merosot,cateris paribus.
2.Komponen-komponen APBN
APBN mempunyai dua komponen
besar,yakni anggaran pengeluaran pemerintah pusat dan anggaran pendapatan
Negara. Selanjutnya, kedua komponen tersebut,masing-masing mempunyai banyak
sub-komponen. Anggaran pendapatan Negara terdiri dari berbagai macam
pajak,retribusi,royaliti,bagian laba BUMN,dan berbagai pendapatan non-pajak
lainnya. Namun demikian, yang paling dominan dan sekaligus paling krusial
sebagai instrument fiscal dari sisi penerimaan adalah pajak.
Sedangkan anggaran pengeluaran
pemerintah pusat terdiri dari dua sub-komponen besar yakni,pengeluaran
pemerintah pusat dan pengeluaran pemerintah daerah,yaitu daerah dan desentralisasi
fiscal,yang dapat dibagi menjadi dua komponen,yakni dana perimbangan dan dana
penyesuaian dan otonomi khusus. Sedangkan anggaran pengeluaraan pemerintah pusat
meliputi gaji pegawai negeri,pengeluaran material,investasi,ppembayaran bungan
pinjaman,subsidi,dan lainnya.
Sesuai pertumbuhan jumlah penduduk
dan perkembangan kegiatan ekonomi serta semakin kompleksnya permasalahan
ekonomi dan social yang muncul ditengah masyarakat,jumlah anggaran Negara terus
bertambah setiap tahunnya. Pada era Orde Lama,periode saat perkonomian
Indonesia sangat buruk,jumlah anggaran sangat minim karena pemasukan pemerintah
sangat kecil dan hal terakhir ini disebabkan oleh kegiatan ekonomi nasional
yang nyaris tidak bergerak jika dibandingkan sekarang.
Beberapa contoh jumlah belanja Negara
yaitu:
·
Belanja
pegawai
Terdiri dari tiga komponen utama yaitu : gaji dan tunjangan
,honorarium dan vakasi ,serta konstribusi social. Gaji dan tunjangan bagi
pegawai negeri yang jumlahnya jutaan orang di seluruh Indonesia merupakan
sub-komponen terbesar dari belanja pegawai.
·
Belanja
barang
Belanja barang biasanya dipergunakan keperluan
kementerian-kementerian dan lembaga-lembaga pemerintah. Belanja barang terdiri
dari empat komponen yakni: barang dan
jasa, pemeliharaan ,perjalanan, BLU dan PNBP.
·
Belanja
modal
Belanja modal biasanya dipergunakan untuk kebutuhan
departemen-departemen dan lembaga-lembaga
non-departemen pemerintah dan juga untuk berbagai kegiatan investasi
public seperti infrakstur
Inilah contoh rincian pendapatan
Negara pada tahun 2005-2010(Rp miliar)
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
LKPP
|
LKPP
|
LKPP
|
LKPP
|
APBN
|
RAPBN-P
|
RAPBN
|
1.Penerimaan
perjakan
|
347.031.1
|
409.203.0
|
490.988.6
|
658.700.8
|
725.843.0
|
652.121.8
|
729.165.2
|
a.Pajak dalam negeri
|
331.792.0
|
395.971.5
|
470.051.8
|
622.358.7
|
697.347.0
|
632.098.7
|
702.033.9
|
i.Pajak penghasilan
|
175.541.2
|
208.833.1
|
238.430.9
|
327.497.7
|
357.400.5
|
340.376.2
|
340.321.7
|
1.PPh Migas
|
35.143.2
|
43.187.9
|
44.000.5
|
77.018.9
|
56.723.5
|
49.500.4
|
39.882.7
|
2.PPh Nonmigas
|
140.398.0
|
165.645.2
|
194.430.4
|
250.478.8
|
300.677.0
|
290.875.8
|
300.439.0
|
ii.Pajak Pertambahan Nilai
|
101.295.8
|
123.035.9
|
154.526.8
|
209.647.4
|
249.508.7
|
203.084.0
|
267.028.0
|
iii.Pajak Bumi dan Bangunan
|
16.216.7
|
20.858.5
|
23.723.5
|
25.354.3
|
28.906.3
|
23.863.6
|
26.486.6
|
iv.BPHTB
|
3.431.9
|
3.184.5
|
5.953.4
|
5.573.1
|
7.753.6
|
6.980.0
|
7.354.8
|
v.Cukai
|
33.256.2
|
37.772.1
|
44.679.5
|
51.251.8
|
49.494.7
|
54.545.0
|
57.026.5
|
vi.Pajak lainnya
|
2.050.2
|
2.287.4
|
2.737.7
|
3.034.4
|
4.273.2
|
3.250.0
|
3.816.3
|
b.Pajak Perdagangan Internasional
|
15.239.1
|
13.231.5
|
20.936.8
|
36.342.1
|
28.496.0
|
20.023.1
|
27.131.4
|
i.Bea Masuk
|
14.920.9
|
12.140.4
|
16.699.4
|
22.763.8
|
19.160.4
|
18.623.5
|
19.497.7
|
ii.Bea Keluar
|
318.2
|
1.091.1
|
4.237.4
|
13.578.3
|
9.335.6
|
1.399.6
|
7.633.6
|
2.Penerimaan Negara
Bukan Pajak
|
146.888.5
|
226.950.2
|
215.119.7
|
320.604.6
|
258.943.6
|
219.518.3
|
180.889.0
|
a.Penerimaan SDA
|
110.467.4
|
167.473.9
|
132.892.6
|
224.463.0
|
173.496.5
|
139.996.6
|
111.453.9
|
i.Migas
|
103.762.1
|
158.086.1
|
124.783.7
|
211.617.0
|
162.123.1
|
129.088.1
|
101.259.3
|
1.Minyak Bumi
|
72.822.3
|
125.145.4
|
93.604.5
|
169.022.2
|
123.029.7
|
92.432.4
|
75.645.8
|
2.Gas Alam
|
30.939.8
|
32.940.7
|
31.179.2
|
42.594.7
|
39.093.3
|
36.655.7
|
25.613.5
|
ii.Non Migas
|
6.705.3
|
9.387.8
|
8.108.9
|
12.846.0
|
11.373.5
|
10.908.5
|
10.194.6
|
1.Pertambahan Umum
|
3.190.5
|
6.781.4
|
5.877.9
|
9.511.3
|
8.723.5
|
8.723.5
|
7.115.6
|
2.Kehutanan
|
3.249.4
|
2.409.5
|
2.114.8
|
2.315.5
|
2.500.0
|
1.715.0
|
2.732.6
|
3.Perikanan
|
265.4
|
196.9
|
116.3
|
77.8
|
150.0
|
150.0
|
102.0
|
4.Pertambangan Panas Bumi
|
-
|
-
|
-
|
941.4
|
-
|
320.0
|
244.4
|
b.Bagian Laba BUMN
|
12.835.2
|
21.450.6
|
23.222.5
|
29.088.4
|
30.794.0
|
29.214.7
|
23.005.1
|
c.PNBP Lainnya
|
23.585.9
|
38.025.7
|
56.873.4
|
63.319.0
|
49.120.8
|
44.416.1
|
36.719.1
|
a.1.Surplus Bank Indonesia
|
0.0
|
1.522.5
|
13.669.3
|
-
|
-
|
2.646.4
|
-
|
d.Pendapatan BLU
|
-
|
-
|
2.131.2
|
3.734.3
|
5.442.2
|
5.890.9
|
9.710.9
|
TOTAL
|
493.919.6
|
636.153.2
|
706.108.3
|
979.305.4
|
984.786.5
|
871.640.1
|
910.054.3
|
Rincian pendapatan Negara diatas menunjukan
beberapa hal yang menarik untuk diperhatikan. Pertama,diantara jenis-jenis
pajak yang ada,pajak penghasilan (PPh) dari sector migas dan sektor-sektor non-migas adalah yang terbesar yang
didominasi oleh PPh dari sektor-sektor non-migas. Pada tahun 2005 realisasi
nilainya mencapai Rp. 175,5 triliun dan mengalami peningkatan sebesar 103,65
persen menjadi Rp.357,4 triliun pada tahun 2009. Jumlah realisasi ini melebihi
jumlah yang direncanakan setelah perubahan (RAPBN-P) untuk tahun tersebut.
Untuk tahun 2010 nilainya ditetapkan sekitar
Rp.340,3 triliun,atau hanya 95,2
persen dari realisasi nilai pada setahun sebelumnya. Jenis pajak terbesar kedua
adalah pajak terhadap pertambahan nilai. Jenis pajak ini dapat digunakan
sebagai salah satu indicator mengenai besarnya jumlah transaksi ekonomi atau
kegiatan pasar didalam perekonomian nasional pada tahun yang bersangkutan.
Dapat dikatakan,sebagai suatu hipotesa,bahwa dengan tarif pajaka yang
tetap,semakin besar nilai transaksi ekonomi atau semakin besar penambahan nilai
yang dihasilkan dari kegiatan-kegiatan ekonomi domestik,maka semakin besar
nilai pajak pertambahan nilai. Pada tahun
2005,nilai realisasinya mencapai hampir Rp.101,3 triliun dan pada tahun
2009 meningkat sebesar 146,3 persen menjadi Rp.249,5 triliun, dan RAPBN 2010
mencatat sekitar Rp.267 triliun.
Kedua ,dari sektor luar negeri, bea
masuk selalu lebih besar dari bea keluar yang bisa mencerminkan dua hal,yakni
Indonesia sangat banyak melakukan impor dan pemerintah berupaya selama ini
menggenjot ekspor dengan berbagai macam cara,dib ea masuk tercatat sebanyak
Rp.14,9 triliun dibandingkan bea keluar yang hanya sekitar Rp.0,3 triliun.
Pada tahun 2009,nilai realisasinya untuk
masing-masing bea tersebut adalah hampir Rp. 19,2 triliun dan Rp.9,3 tiliun.
Ketiga,dalam bidang SDA,ternyata
Keuangan pemerintah hingga sekarang ini masih sangat tergantung pada pemasukan
dari sektor migas,walaupun perkembangannya selam periode yang diteliti
menunjukan kecenderungan berkurang,yang sejalan dengan perubahan struktur
ekonomi nasional yang memang selama ini sejak era Orde Baru cenderung semakin kecil
ketergantungannya pada sektor tersebut,baik sebagai sumber pembentukan
/pertumbuhan PDB maupun devisa hasil ekspor. Pada tahun 2005,nilai realisasinya
tercatat sekitar Rp.103,8 tiliun dan pada tahun 2009 Rp.162,1 triliun,bahkan
untuk tahun 2010 nilainya ditetapkan lebih kecil yakni sekitar Rp.101,3
triliun.
Keempat ,sumbangan dari laba BUMN
terhadapn pendapatan pemerintah cenderung meningkat setiap tahun ,walaupun banyak
BUMN yang mengalami kerugian pada tahun-tahun tertentu. Pada tahun
2005,tercatat bahwa bagian dari laba BUMN yang masuk kekas Negara mencapai
Rp.12,8 triliun menjadi sekitar Rp.30.8 triliun pada tahun 2009,atau suatu
kenaikan di atas 100 persen dibandingkan nilai yang tercapai pada tahun 2005.
Namun ,untuk tahun 2010,angka RAPBN menunjukan Rp.23 triliun,yang berarti
pendapatan pemerintah yang berasal dari BUMN sedikit berkurang.
Sumber :
Tambunan ,Tulus T.H.(2009a),Perekonomian
Indonesia,Jakarta:Ghalia Indonesia